Ga bisa tidur euy, reungitnya sararadis...
Hari
ini naek angkot Bogor kesasar untuk yang kesekian kalinya.. beruntung
saya menghapal peta, tidak beruntungnya hape ini gpsnya susah nge-lock,
pengen ganti hape tapi saya takut kalau ambil uang tabungan.
Badan saya mulai beradaptasi dengan hawa panas Bogor. Ahhh begini repotnya orang gunung, di Garut sih cuaca amat jarang tembus 28°C... malam sekitar 17-20°C siang 25-27°C Bogor mah parah, termometer saya sering 30°C... malam aja 27°C hadeuuuh panas ahhhh... di suasana panas begini saya kembali berfikir tentang takdir yang Alloh berikan kepada saya...
Ga pernah saya sangka sih kalau impian saya menjadi PNS bisa "menghilang". Tingkat minat saya menjadi PNS turun drastis. Selama saya menjadi honorer, berbagai kerumitan administrasi membuat saya sering kehilangan kesabaran. Tabiatnya adalah ketika kita harus mengumpulkan banyak berkas yang terkadang kita tidak tahu untuk apa dengan jangka waktu yang tidak sebentar. Lebih parah lagi ketika kita harus mengumpulkan berkas, kemudian ada yang kurang dan harus bolak-balik, atau berkas yang harus ditanda-tangani oleh pejabat yang berwenang dan ga jelas siapa yang berwenang disana.
Badan saya mulai beradaptasi dengan hawa panas Bogor. Ahhh begini repotnya orang gunung, di Garut sih cuaca amat jarang tembus 28°C... malam sekitar 17-20°C siang 25-27°C Bogor mah parah, termometer saya sering 30°C... malam aja 27°C hadeuuuh panas ahhhh... di suasana panas begini saya kembali berfikir tentang takdir yang Alloh berikan kepada saya...
Ga pernah saya sangka sih kalau impian saya menjadi PNS bisa "menghilang". Tingkat minat saya menjadi PNS turun drastis. Selama saya menjadi honorer, berbagai kerumitan administrasi membuat saya sering kehilangan kesabaran. Tabiatnya adalah ketika kita harus mengumpulkan banyak berkas yang terkadang kita tidak tahu untuk apa dengan jangka waktu yang tidak sebentar. Lebih parah lagi ketika kita harus mengumpulkan berkas, kemudian ada yang kurang dan harus bolak-balik, atau berkas yang harus ditanda-tangani oleh pejabat yang berwenang dan ga jelas siapa yang berwenang disana.
Menjadi honorer juga sering
di-PHP-in jadi PNS otomatis, ini menurut saya penyakit masa lalu yang
masih menular sampai saat ini. Sebagian besar teman saya terkunci
harapannya untuk diangkat menjadi PNS setelah menjadi honorer dalam
jangka waktu tertentu. Saya juga sempat berharap demikian....
Namun,
setelah saya berumur 25 tahun, saya berusaha mencari jalan diluar
itu... saya mulai muak dengan berbagai referensi bahwa menjadi PNS lebih
baik penghasilannya... saya ingin berwirausaha daripada harus
menunggu...
Ingin berwirausaha bukan berarti
saya ingin berhenti bekerja sebagai pendidik. Menjadi Guru "memaksa"
saya untuk memperbaiki diri mendekati idealnya manusia yang sempurna.
Sulit memang namun itulah salah satu kehebatan menjadi pendidik. Saya
sempat bertanya didalam hati. Apakah saya siap meninggalkan kenikmatan
menjadi Guru? Ketika siswa berhamburan mencium tangan, ketika mereka
memberikana kartu berisi ucapan kesedihan karena tahun depan harus naik
kelas dan diisi oleh guru baru. Ketika mereka memahami hukuman sebagai
bentuk kasih sayang dari saya untuk mereka. Keberhasilan seorang guru
tidak selalu nilai 100. Saya malah merasa risih ketika seseorang
mengagungkan nilai 100.
Ada seorang anak yang
terbilang nakal dan saya sempat merasa benci ketika saya harus menjadi
gurunya. Namun, ternyata saya salah....
Saya bukanlah seorang guru yang sabar, saya terbilang temperamental. Namun ketika marah saya tidak pernah menggunakan fisik untuk menghukum, tidak saya pungkiri saya terkadang menjewer dan mencubit namun dalam suasana yang memang lebih kedalam "adu nyali dalam permainan". Tidak ada rasa tegang disana, siswa pun biasanya berusaha memperbaiki diri. Saya selalu mencoba memperhatikan detail dari siswa, jika sakit saya coba perhatikan baik-baik, saya sering pula menghadapi siswa yang bermasalah dan saya terkadang mengajaknya berbicara secara pribadi.
Anak ini sangat nakal, hingga guru sebelumnya memperingatkan saya bahwa dia akan merusak suasana kelas. Saya sering menghardiknya tanpa sebab. Disini saya amat terkejut akan kesalahan yang saya perbuat, ternyata anak itu memang nakal namun dalam batas yang wajar. Sering sih buat nangis anak perempuan, tapi perempuannya juga suka mengganggu dia. Hingga dia nampak berusaha untuk menunjukkan dirinya bahwa "saya tidak seperti yang guru lain bilang". Hingga saya memberikan "guideline" nakal yang wajar. Mengapa? Karena sifat anak memang seperti itu kan, mengeksplore setiap perilaku dan mencari tahu reaksi orang. Meniru perilaku dan memfilter mana yang nyaman untuk mereka. Jika orang tua memberikan arahan yang tepat, tidak ada masalah. Jika orang tua kurang berperan, Guru serinh harus menjadi orang tua mereka. Bagi saya, nakal seperti mengobrol setelah mengerjakan tugas adalah salahnya guru. Karena jika waktu luang dipakai anak untum diam duduk manis artinya anak tersebut kurang aktif. Anak juga sering bermain-main dan mengganggu dalam konteks bercanda. Saya sering menghentikan perilaku dia yang diluar batas dan dia pun memahaminya. Pernah suatu ketika, saya menemukan anak-anak perempuan pada menangis, saya langsung meminta siapa yang bertanggung jawab untuk kedepan. Semua diam...
Hingga saya berkata "Laki-laki sejati tidak pernah lari dari tanggung jawab. Memilih menjadi laki-laki payah walaupun Bapak tahu siapa yang menganggu mereka, atau siap menjalani hukuman didepan atas perbuatan kalian?"
Anak itu yang pertama kedepan, disusul "komplotannya"
Saya bukanlah seorang guru yang sabar, saya terbilang temperamental. Namun ketika marah saya tidak pernah menggunakan fisik untuk menghukum, tidak saya pungkiri saya terkadang menjewer dan mencubit namun dalam suasana yang memang lebih kedalam "adu nyali dalam permainan". Tidak ada rasa tegang disana, siswa pun biasanya berusaha memperbaiki diri. Saya selalu mencoba memperhatikan detail dari siswa, jika sakit saya coba perhatikan baik-baik, saya sering pula menghadapi siswa yang bermasalah dan saya terkadang mengajaknya berbicara secara pribadi.
Anak ini sangat nakal, hingga guru sebelumnya memperingatkan saya bahwa dia akan merusak suasana kelas. Saya sering menghardiknya tanpa sebab. Disini saya amat terkejut akan kesalahan yang saya perbuat, ternyata anak itu memang nakal namun dalam batas yang wajar. Sering sih buat nangis anak perempuan, tapi perempuannya juga suka mengganggu dia. Hingga dia nampak berusaha untuk menunjukkan dirinya bahwa "saya tidak seperti yang guru lain bilang". Hingga saya memberikan "guideline" nakal yang wajar. Mengapa? Karena sifat anak memang seperti itu kan, mengeksplore setiap perilaku dan mencari tahu reaksi orang. Meniru perilaku dan memfilter mana yang nyaman untuk mereka. Jika orang tua memberikan arahan yang tepat, tidak ada masalah. Jika orang tua kurang berperan, Guru serinh harus menjadi orang tua mereka. Bagi saya, nakal seperti mengobrol setelah mengerjakan tugas adalah salahnya guru. Karena jika waktu luang dipakai anak untum diam duduk manis artinya anak tersebut kurang aktif. Anak juga sering bermain-main dan mengganggu dalam konteks bercanda. Saya sering menghentikan perilaku dia yang diluar batas dan dia pun memahaminya. Pernah suatu ketika, saya menemukan anak-anak perempuan pada menangis, saya langsung meminta siapa yang bertanggung jawab untuk kedepan. Semua diam...
Hingga saya berkata "Laki-laki sejati tidak pernah lari dari tanggung jawab. Memilih menjadi laki-laki payah walaupun Bapak tahu siapa yang menganggu mereka, atau siap menjalani hukuman didepan atas perbuatan kalian?"
Anak itu yang pertama kedepan, disusul "komplotannya"
"Ada
perbedaan antara bercanda dan nakal anak-anak. Bercanda dibatasi dengan
tidak adanya sikap keberatan dari orang yang kita candain seperti
nangis atau marah. Bercanda yang kelewatan membuat kita tumbuh menjadi
pribadi yang kasar dan pengejek. Manusia tidak akan pernah hidup tanpa
manusia lain. Manusia selalu butuh teman dan saudara yang siap membantu
kita. Pengejek hanya akan berteman dengan pengejek lainnya yang siap
mengkhianati kita karena memang sifat buruk seorang pengejek senang
menebar kesalahan dan kekurangan orang lain. Apa yang terjadi jika orang
yang kita ejek dimasa depan menjadi pimpinan kerja kita?"
----------------------
saya selalu merasakan kepuasan tingkat tertinggi ketika anak mau berubah berdasarkan saran yang saya berikan kepada mereka. Entahlah, saya terlalu mencintai pekerjaan ini namun saya butuh penghasilan untuk masa depan yang mana tidak mungkin saya bergantung pada honorarium sebagai pengajar sukarelawan.
saya selalu merasakan kepuasan tingkat tertinggi ketika anak mau berubah berdasarkan saran yang saya berikan kepada mereka. Entahlah, saya terlalu mencintai pekerjaan ini namun saya butuh penghasilan untuk masa depan yang mana tidak mungkin saya bergantung pada honorarium sebagai pengajar sukarelawan.
-----------
part III nanti akan saya tuliskan, bagaimana tiba-tiba mindset saya berubah mengenai wirausaha dan takdir Alloh bagi saya.
part III nanti akan saya tuliskan, bagaimana tiba-tiba mindset saya berubah mengenai wirausaha dan takdir Alloh bagi saya.
Bogor, 4 April 2015
Pukul 01.00, ga bisa tidur banyak nyamuukkk... pokoknya aranoyying ieu reungit euy!
0 komen:
Posting Komentar
Komentar boleh bebas namun sopan..