Terkadang saya heran, mengapa sih kalau orang Sunda seperti saya jarang banget yang sangat-sangat kaya raya?
Saya sengaja bertanya kepada 26 siswa kelas V SD yang masih dalam tahap transisi dalam pola pikir
Saya sengaja memancing mereka untuk berpendapat mengenai "cita-cita menjadi kaya raya"
Beberapa anak nyeletuk "Ah, saya mah ga mau jadi kaya pak, maunya sederhana ajah"
Beberapa anak lain mengamini apa yang diutarakan oleh anak tadi. Hmm, kok dulu saya juga seperti itu ya, begitu membenci kekayaan yang terlalu berlimpah. Saya bukan sosiolog ataupun antropolog yang kompeten untuk mengutarakan sebab dari pemikiran kami seperti orang Sunda.
Sempat saya berfikir bahwa kekayaan alam dan sikap kekeluargaan lah yang membuat orang Sunda (dan mungkin suku lain) kurang senang dengan harta yang berlimpah. Saya pernah datang ke daerah pertanian milik teman saya.. Cukup tradisionil memang. Saya serta sekitar 7 teman lainnya datang ke rumahnya, apa yang terjadi? sudah disiapkan ikan sawah yang sudah dibumbui serta nasi pulen. Kami pergi ke kebun miliknya dan membakar ikan disana, sangat nikmat!. Tapi bukan ini yang saya bicarakan, melainkan ketika saya pulang, saya "dipaksa" untuk mengambil hasil bumi sebanyak mungkin dari perkebunan miliknya. Bayangkan hampir setengah karung berisi cabai merah, terong, tomat, kacang panjang, cabai rawit saya gondol ke rumah. Waduh, sebenarnya saya menolak bawa sebanyak ini, bukan apa-apa... berat!!!
Coba bandingkan dengan orang kaya, apa mereka akan memberikan banyak tanda mata??? =))
Kembali ke topik, soal kekeluargaan kalau orang Sunda jangan ditanya, terutama di daerah perkampungan... suasana kekeluargaan sangat kental sekali, bahkan saking kentalnya sangat banyak basa-basi yang sering dilakukan oleh orang sunda, contohnya?
Saya memakai motor dan membawa sekarung beras. Tiba-tiba, ada tetangga melihat saya, dia pasti bertanya
"Eh, nyandak naon cep?" (Eh bawa apa?) padahal udah jelas kan bawa beras :D
Kembali ke topik, soal kekeluargaan kalau orang Sunda jangan ditanya, terutama di daerah perkampungan... suasana kekeluargaan sangat kental sekali, bahkan saking kentalnya sangat banyak basa-basi yang sering dilakukan oleh orang sunda, contohnya?
Saya memakai motor dan membawa sekarung beras. Tiba-tiba, ada tetangga melihat saya, dia pasti bertanya
"Eh, nyandak naon cep?" (Eh bawa apa?) padahal udah jelas kan bawa beras :D
Atau ketika saya berjalan menuju ke jalan raya, tetap saja ada orang yang bertanya
"Bade kamana ieu teh?" (mau kemana nih?) padahal jelas jalurnya ke jalan raya.
Intinya, orang sunda pasti akan menyapa semua orang yang dikenal tidak peduli apa sudah lama atau tidak mereka saling mengenal untuk menjaga kelangsungan komunikasi, walaupun kesannya hanya basa-basi. Maka jangan heran jika seorang penduduk kampung akan tahu rumah tetangganya yang berjarak puluhan kilometer karena komunikasi selalu di"maintenance". Coba saja ketika anda kebetulan hendak mengunjungi teman di daerah asli Sunda dan belum tahu lokasi rumahnya, tanyalah kepada penduduk kampung tersebut.
Oh ya, di perkampungan, jika anda bertanya alamat rumah dan dia berkata "Oh sudah dekat, disana!" (Seraya menunjuk dengan jempol) maka bisa jadi kalau "sudah dekat" itu bisa sampai 2 kilometer
Soalnya, saya pernah kejadian juga bertanya seperti itu, waktu itu mobil berhenti karena longsor menutupi jalan di daerah Selatan Garut, nah ketika itu saya bertanya kepada penduduk asli yang ikut jadi penumpang mobil mengenai jarak tempuh menuju terminal angkutan yang seharusnya dituju, dan ia berkata "Owh, caket A... dipaling ditu" (Oh deket kok, disana). Ternyata, "deket" tu berjalan kaki hingga 1 jam dan pada jarak 1 jam perjalanan itu, setiap rumah yang dia lewati sebagian besar mengenalnya!
Sikap kekeluargaan dan karakter seorang petani kalau boleh saya tebak selalu identik dengan keramah-tamahan. Namun, sikap ramah-tamah akan hilang jika orang sunda mulai jauh dari tanah pertanian. Mengapa? (ini tebakan aja lho, jangan dikutip untuk makalah :p) Saya termasuk anak yang dibesarkan di tengah kota kecil, ketika saya harus bekerja di lingkungan yang notabene berdomisili di pedesaan, maka ada perbedaan jauh seperti:
Sikap kekeluargaan dan karakter seorang petani kalau boleh saya tebak selalu identik dengan keramah-tamahan. Namun, sikap ramah-tamah akan hilang jika orang sunda mulai jauh dari tanah pertanian. Mengapa? (ini tebakan aja lho, jangan dikutip untuk makalah :p) Saya termasuk anak yang dibesarkan di tengah kota kecil, ketika saya harus bekerja di lingkungan yang notabene berdomisili di pedesaan, maka ada perbedaan jauh seperti:
Orang sunda desa, ketika bertemu pasti bersalaman.. walaupun anda bertemu dengannya setiap hari, pasti di awal pertemuan pagi itu mereka akan bersalaman. Bandingkan dengan sunda "kota", saya terkaget-kaget bahkan nyeletuk "Euweuh kacape sasalaman terus, da unggal poe ge panggih >,< (ga cape apa salaman terus, tiap hari juga ketemu".
Di pedesaan, dalam radius 5 sampai 10 kilometer pasti saja saling mengenal, kalau di perkotaan? tetangga meninggal pun kadang tak tahu.
Inilah mungkin yang menyebabkan orang sunda enggan kaya raya (mungkin ya...)
Orang kaya itu kebanyakan tinggal di kota. Orang kaya dan orang kota itu identik dengan eklusifitas dan sombong. Amat berbenturan dengan sifat kekeluargaan dan ramah tamah yang dimiliki orang sunda. Orang Sunda bukanlah orang yang ambisius untuk menguasai sesuatu, yang penting makan ditemenin lauk dari kebun, itu sudah senang. Kekayaan hanya membawa kepada kesepian, kebencian dari orang lain dan apapun itu yang bisa menghilangkan rasa kekeluargaan dan ramah taman yang menjadi pusat kebahagiaan hidup orang Sunda.
Orang kaya itu kebanyakan tinggal di kota. Orang kaya dan orang kota itu identik dengan eklusifitas dan sombong. Amat berbenturan dengan sifat kekeluargaan dan ramah tamah yang dimiliki orang sunda. Orang Sunda bukanlah orang yang ambisius untuk menguasai sesuatu, yang penting makan ditemenin lauk dari kebun, itu sudah senang. Kekayaan hanya membawa kepada kesepian, kebencian dari orang lain dan apapun itu yang bisa menghilangkan rasa kekeluargaan dan ramah taman yang menjadi pusat kebahagiaan hidup orang Sunda.
Buat apa kaya kalau tidak senang?
Sekarang masih miskin, tapi hidup senang-senang saja.. bersyukurlah.. karena tidak semua orang mampu miskin
Sekarang masih miskin, tapi hidup senang-senang saja.. bersyukurlah.. karena tidak semua orang mampu miskin
Tapi, apakah kita tidak bisa menjadi orang kaya yang ramah tamah dan kekeluargaan? dengan kekayaan kita dicampur sifat positif tersebut tentunya kita akan menjadi orang yang mampu dan mau meningkatkan derajat ekonomi orang lain.
Orang Sunda jangan cuman jadi penonton di tanahnya sendiri. Orang Sunda semakin banyak, tapi tanah tidak bertambah banyak. Dulu sawah bisa memberi makan keluarga, namun kini beban bertambah berat dengan lahirnya cucu. Tidak ada yang melarang kita untuk kaya raya, namun jangan sampai menghilangkan rasa kemanusiaan kita. Ingin kaya raya sampai harus korupsi, maling kayu, jual barang aspal, spekulasi harga dan lain-lain. Tentunya menjadi kaya raya secara sehat dan halal tidak akan membuat kita tamak dan menindas orang lain, namun jadi payung untuk menyejahterakan orang lain. Jangan berharap orang lain memayungi kita, tapi berharap kita yang menjadi payung mereka..
0 komen:
Posting Komentar
Komentar boleh bebas namun sopan..