Hei pada libur nggak? hahaha saya libur dong :p setelah berjuang mengisi rapor dengan sistem penilaian yang kembali berubah akhirnya saya bisa menyempatkan diri untuk nge-blog lagi.
BTW, kenapa saya nulis 3 kepribadian ya? sebenernya sulit membuat judul apa yang cocok tapi saya mempunyai sebuah pengalaman unik mengenai tiga murid yang saya tangani.
Ketiga murid ini jelas memiliki masalah dalam baca- tulis dan hitung, kalau boleh saya katakan mungkin saja ketiga anak ini memiliki kekurangan dalam hal kecepatan daya pikir atau apapun itu saya kurang tahu, mungkin juga karena alasan di rumah dan sebagainya sehingga ketiga anak ini sulit sekali untuk menangkap setiap pelajaran.
Mengapa ketiga orang ini unik? soalnya pada tahun kemarin ada 2 anak yang memiliki masalah seperti ini namun mereka memiliki semangat yang tinggi untuk bisa dan tidak ada variasi sikap, walaupun cara membaca masih dieja kedua anak ini belajar keras untuk bisa perkalian dan pembagian. Bagi saya ini adalah sebuah award dari Alloh, betapa gembiranya ketika anak didik kita bersusah payah untuk bisa.
Kembali ke masalah 3 anak didik dengan 3 kepribadian yang amat berbeda, sebut saja namanya Tiara, Ria dan Dian (nama asli disamarkan untuk menghindari salah paham - red :p). Saya ingin membahas dulu Ria, anaknya cenderung pendiam namun terkadang berkata - kata juga tapi sangat terbatas, tidak nampak kelainan apapun ketika dia berbicara. Dia tergolong siswa yang rajin dengan persentase kehadiran 99%, bahkan ketika ia sakit ia pun datang ke sekolah. Namun saya sangat menyangkan dengan sikapnya yang "menyerah kepada keadaan". Ketika saya melakukan tengah dialog mengenai permasalahan belajar secara personal dengan siswa, ketika dia mendapat giliran, malah enggan bertemu dengan saya. Bagaimana dengan kemauan belajar? sangat sulit melakukan penilaian berhubung dia melakukan "pemutusan akses" informasi mengenai masalah yang ada di dalam dirinya. Saya terkadang berfikir bahwa anak ini memiliki penyakit semacam diseleksia atau sebagainya namun dia tidak ingin mengungkapkannya karena tidak mengerti sekaligus malu untuk mengutarakannya. Apa sih yang harus saya garis bawahi dari kasus Ria ini? yaitu sikap menyerahnya pada keadaan dan memilih sikap apatis daripada mau berjuang untuk melakukan perubahan. Saya sendiri tidak memiliki standar yang kaku dalam memberikan penilaian, yang pasti bahwa ketulusan melakukan usaha dapat dijadikan pertimbangan sendiri untuk saya.
Kasus kedua adalah Dian, seorang anak laki - laki yang mungkin memiliki sedikit keterbelakangan. Saya tidak dapat memastikan karena saya bukan seorang psikolog, namun dari gaya bicaranya yang kelu dan responnya terhadap pertanyaan yang saya ajukan terbilang lambat mungkin ada hal yang harus dikonsultasikan dengan ahlinya. Namun saya menggaris bawahi sikapnya yang mau berusaha namun bersikap tidak peduli dengan hasil yang dia dapatkan. Ketika orang lain mengejeknya mengenai ketidakmampuannya dalam baca dan tulis, dia tidak menjadikannya sebagai masalah.
Kasus yang ketiga ini yang sangat menarik yaitu Tiara. Seorang gadis kecil yang tengah berusaha untuk bisa, bahkan tak jarang bertanya mengenai pelajaran walaupun dia kesulitan untuk menulis dan membaca. Seorang anak yang selalu tersenyum walaupun orang lain mengejeknya. Mungkin dia satu - satunya anak yang menghadapi masalah dengan senyuman sambil terus berusaha untuk bisa. Saya memberikan nilai kelakuan A untuk semua aspek di dalam buku rapornya. Hei... anak ini selain sangat rajin, baik, mau berusaha keras dan tidak terlalu mendramatisir masalah menjadikannya sebagai anak dengan potensi keberhasilan sangat besar. Saya sendiri menjadikan bahan pemikiran bahwa kasus ketiga anak ini seperti bagaimana kita menghadapi masalah dalam kehidupan sehari - hari, ada manusia yang hanya bersikap apatis. Contohnya ketika terjadi bencana, bila anda memperhatikan wawancara antara reporter dan korban pasti sering mendengar "Saya minta bantuan dari pemerintah supaya rumah saya dibangun kembali." atau ketika seorang pemilik mobil ketika ditanya mengenai pencabutan subsidi untuk kendaraan pribadi, dengan cuek berkata :kita ini kan rakyat kecil mas, apa - apa mahal.. masa bensin juga harus mahal" atau lebih ironis lagi ketika seseorang membandingkan negara lain dan menghina negaranya sendiri. Tidak banyak "manusia" yang bisa berkata ketika bencana "Mudah - mudahan saya bisa membangun kembali rumah saya ini!" atau berkata "Subsidi adalah hak rakyat kalangan bawah, dan saya tidak terlalu miskin dan tidak akan mati bila naik bus umum." atau berkata "ah, Indonesia juga semakin membaik, apalagi kalau kita sendiri mau memperbaikinya.". Hehehehe, contohlah Tiara teman - teman, seorang anak yang tengah berjuang menghilangkan status "buta huruf" dengan senyuman, tidak mendramatisir keadaan dan tidak menyerah menghadapi cercaan. Belajar tidak selalu harus kepada orang pintar, orang pintar terkadang malah menyesatkan kita dengan perkataan - perkataan absurdnya dan menertawakan kita ketika kita menerjemahkan kata - kata absurdnya kedalam makna yang salah (dan ia sengaja mengarahkan kita untuk salah), hehehe kok saya sensi sama orang pintar ya? nggak semua orang pintar seperti itu kok, kalau anda? :)
0 komen:
Posting Komentar
Komentar boleh bebas namun sopan..